Wednesday, February 13, 2008

Adab-Adab Penuntut Ilmu

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah, amma ba'du. Para pembaca yang budiman, menuntut ilmu agama adalah sebuah tugas yang sangat mulia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka Allah akan pahamkan dia dalam hal agamanya." (HR. Bukhari) Oleh sebab itu sudah semestinya kita berupaya sebaik-baiknya dalam menimba ilmu yang mulia ini. Nah, untuk bisa meraih apa yang kita idam-idamkan ini tentunya ada adab-adab yang harus diperhatikan agar ilmu yang kita peroleh membuahkan barakah, menebarkan rahmah dan bukannya malah menebarkan fitnah atau justru menyulut api hizbiyah. Wallaahul musta'aan.

Adab Pertama Mengikhlaskan niat untuk Allah 'azza wa jalla

Yaitu dengan menujukan aktivitas menuntut ilmu yang dilakukannya untuk mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat, sebab Allah telah mendorong dan memotivasi untuk itu. Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah dan minta ampunlah atas dosa-dosamu." (QS. Muhammad: 19). Pujian terhadap para ulama di dalam al-Qur'an juga sudah sangat ma'ruf. Apabila Allah memuji atau memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu bernilai ibadah.

Oleh sebab itu maka kita harus mengikhlaskan diri dalam menuntut ilmu hanya untuk Allah, yaitu dengan meniatkan dalam menuntut ilmu dalam rangka mengharapkan wajah Allah 'azza wa jalla. Apabila dalam menuntut ilmu seseorang mengharapkan untuk memperoleh persaksian/gelar demi mencari kedudukan dunia atau jabatan maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, "Barang siapa yang menuntut ilmu yang seharusnya hanya ditujukan untuk mencari wajah Allah 'azza wa jalla tetapi dia justru berniat untuk meraih bagian kehidupan dunia maka dia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat." yakni tidak bisa mencium aromanya, ini adalah ancaman yang sangat keras. Akan tetapi apabila seseorang yang menuntut ilmu memiliki niat memperoleh persaksian/ijazah/gelar sebagai sarana agar bisa memberikan manfaat kepada orang-orang dengan mengajarkan ilmu, pengajian dan sebagainya, maka niatnya bagus dan tidak bermasalah, karena ini adalah niat yang benar.

Adab Kedua Bertujuan untuk mengangkat kebodohan diri sendiri dan orang lain

Dia berniat dalam menuntut ilmu demi mengangkat kebodohan dari dirinya sendiri dan dari orang lain. Sebab pada asalnya manusia itu bodoh, dalilnya adalah firman Allah ta'ala yang artinya, "Allah lah yang telah mengeluarkan kalian dari perut-perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan kemudian Allah ciptakan bagi kalian pendengaran, penglihatan dan hati supaya kalian bersyukur." (QS. An Nahl: 78). Demikian pula niatkanlah untuk mengangkat kebodohan dari umat, hal itu bisa dilakukan dengan pengajaran melalui berbagai macam sarana, supaya orang-orang bisa memetik manfaat dari ilmu yang kau miliki.

Adab Ketiga Bermaksud membela syariat

Yaitu dalam menuntut ilmu itu engkau berniat untuk membela syariat, sebab kitab-kitab yang ada tidak mungkin bisa membela syariat (dengan sendirinya). Tidak ada yang bisa membela syariat kecuali si pembawa syariat. Seandainya ada seorang ahlul bid'ah datang ke perpustakaan yang penuh berisi kitab-kitab syariat yang jumlahnya sulit untuk dihitung lantas dia berbicara melontarkan kebid'ahannya dan menyatakannya dengan lantang, saya kira tidak ada sebuah kitab pun yang bisa membantahnya. Akan tetapi apabila dia berbicara dengan kebid'ahannya di sisi orang yang berilmu demi menyatakannya maka si penuntut ilmu itu akan bisa membantahnya dan menolak perkataannya dengan dalil al-Qur'an dan as-Sunnah. Oleh sebab itu saya katakan: Salah satu hal yang harus senantiasa dipelihara di dalam hati oleh penuntut ilmu adalah niat untuk membela syariat. Manusia kini sangat membutuhkan keberadaan para ulama, supaya mereka bisa membantah tipu daya para ahli bid'ah serta seluruh musuh Allah 'azza wa jalla.

Adab Keempat Berlapang dada dalam masalah khilaf

Hendaknya dia berlapang dada ketika menghadapi masalah-masalah khilaf yang bersumber dari hasil ijtihad. Sebab perselisihan yang ada di antara para ulama itu bisa jadi terjadi dalam perkara yang tidak boleh untuk berijtihad, maka kalau seperti ini maka perkaranya jelas. Yang demikian itu tidak ada seorang pun yang menyelisihinya diberikan uzur. Dan bisa juga perselisihan terjadi dalam permasalahan yang boleh berijtihad di dalamnya, maka yang seperti ini orang yang menyelisihi kebenaran diberikan uzur. Dan perkataan anda tidak bisa menjadi argumen untuk menjatuhkan orang yang berbeda pendapat dengan anda dalam masalah itu, seandainya kita berpendapat demikian niscaya kita pun akan katakan bahwa perkataannya adalah argumen yang bisa menjatuhkan anda.

Yang saya maksud di sini adalah perselisihan yang terjadi pada perkara-perkara yang diperbolehkan bagi akal untuk berijtihad di dalamnya dan manusia boleh berselisih tentangnya. Adapun orang yang menyelisihi jalan salaf seperti dalam permasalahan akidah maka dalam hal ini tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk menyelisihi salafush shalih, akan tetapi pada permasalahan lain yang termasuk medan pikiran, tidaklah pantas menjadikan khilaf semacam ini sebagai alasan untuk mencela orang lain atau menjadikannya sebagai penyebab permusuhan dan kebencian.

Maka menjadi kewajiban para penuntut ilmu untuk tetap memelihara persaudaraan meskipun mereka berselisih dalam sebagian permasalahan furu'iyyah (cabang), hendaknya yang satu mengajak saudaranya untuk berdiskusi dengan baik dengan didasari kehendak untuk mencari wajah Allah dan demi memperoleh ilmu, dengan cara inilah akan tercapai hubungan baik dan sikap keras dan kasar yang ada pada sebagian orang akan bisa lenyap, bahkan terkadang terjadi pertengkaran dan permusuhan di antara mereka. Keadaan seperti ini tentu saja membuat gembira musuh-musuh Islam, sedangkan perselisihan yang ada di antara umat ini merupakan penyebab bahaya yang sangat besar, Allah ta'ala berfirman yang artinya, "Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian berselisih yang akan menceraiberaikan dan membuat kekuatan kalian melemah. Dan bersabarlah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (QS. al-Anfaal: 46).

Adab Kelima Beramal dengan Ilmu

Yaitu hendaknya penuntut ilmu mengamalkan ilmu yang dimilikinya, baik itu akidah, ibadah, akhlaq, adab, maupun muamalah. Sebab amal inilah buah ilmu dan hasil yang dipetik dari ilmu, seorang yang mengemban ilmu adalah ibarat orang yang membawa senjatanya, bisa jadi senjatanya itu dipakai untuk membela dirinya atau justru untuk membinasakannya. Oleh karenanya terdapat sebuah hadits yang sah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "al-Qur'an adalah hujjah untukmu atau untuk menjatuhkanmu".

Adab Keenam Berdakwah ilallah

Yaitu dengan menjadi seorang yang menyeru kepada agama Allah 'azza wa jalla, dia berdakwah pada setiap kesempatan, di masjid, di pertemuan-pertemuan, di pasar-pasar, serta dalam segala kesempatan. Perhatikanlah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul tidaklah hanya duduk-duduk saja di rumahnya, akan tetapi beliau mendakwahi manusia dan bergerak ke sana kemari. Saya tidak menghendaki adanya seorang penuntut ilmu yang hanya menjadi penyalin tulisan yang ada di buku-buku, namun yang saya inginkan adalah mereka menjadi orang-orang yang berilmu dan sekaligus mengamalkannya.

Adab Ketujuh Bersikap Bijaksana (Hikmah)

Yaitu dengan menghiasi dirinya dengan kebijaksanaan, di mana Allah berfirman yang artinya, "Hikmah itu diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang diberi hikmah sungguh telah diberi kebaikan yang sangat banyak." (QS. al-Baqarah: 269). Yang dimaksud hikmah ialah seorang penuntut ilmu menjadi pembimbing orang lain dengan akhlaknya dan dengan dakwahnya mengajak orang mengikuti ajaran agama Allah 'azza wa jalla, hendaknya dia berbicara dengan setiap orang sesuai dengan keadaannya. Apabila kita tempuh cara ini niscaya akan tercapai kebaikan yang banyak, sebagaimana yang difirmankan Tuhan kita 'azza wa jalla yang artinya, "Dan barang siapa yang diberikan hikmah sungguh telah diberi kebaikan yang amat banyak." Seorang yang bijak (Hakiim) adalah yang dapat menempatkan segala sesuatu sesuai kedudukannya masing-masing. Maka sudah selayaknya, bahkan menjadi kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk bersikap hikmah di dalam dakwahnya.

Allah ta'ala menyebutkan tingkatan-tingkatan dakwah di dalam firman-Nya yang artinya, "Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS. an-Nahl: 125). Dan Allah ta'ala telah menyebutkan tingkatan dakwah yang keempat dalam mendebat Ahli kitab dalam firman-Nya, "Dan janganlah kamu mendebat ahlu kitab kecuali dengan cara yang lebih baik kecuali kepada orang-orang zhalim diantara mereka." (QS. al-'Ankabuut: 46). Maka hendaknya penuntut ilmu memilih cara dakwah yang lebih mudah diterima oleh pemahaman orang.

Adab Kedelapan Penuntut ilmu harus bersabar dalam menuntut ilmu

Yaitu hendaknya dia sabar dalam belajar, tidak terputus di tengah jalan dan merasa bosan, tetapi hendaknya di terus konsisten belajar sesuai kemampuannya dan bersabar dalam meraih ilmu, tidak cepat jemu karena apabila seseorang telah merasa jemu maka dia akan putus asa dan meninggalkan belajar. Akan tetapi apabila dia sanggup menahan diri untuk tetap belajar ilmu niscaya dia akan meraih pahala orang-orang yang sabar; ini dari satu sisi, dan dari sisi lain dia juga akan mendapatkan hasil yang baik.

Adab Kesembilan Menghormati ulama dan memosisikan mereka sesuai kedudukannya

Sudah menjadi kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk menghormati para ulama dan memosisikan mereka sesuai kedudukannya, dan melapangkan dada-dada mereka dalam menghadapi perselisihan yang ada di antara para ulama dan selain mereka, dan hendaknya hal itu dihadapinya dengan penuh toleransi di dalam keyakinan mereka bagi orang yang telah berusaha menempuh jalan (kebenaran) tapi keliru, ini catatan yang penting sekali, sebab ada sebagian orang yang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain dalam rangka melontarkan tuduhan yang tak pantas kepada mereka, dan demi menebarkan keraguan di hati orang-orang dengan cela yang telah mereka dengar, ini termasuk kesalahan yang terbesar. Apabila menggunjing orang awam saja termasuk dosa besar maka menggunjing orang berilmu lebih besar dan lebih berat dosanya, karena dengan menggunjing orang yang berilmu akan menimbulkan bahaya yang tidak hanya mengenai diri orang alim itu sendiri, akan tetapi mengenai dirinya dan juga ilmu syar'i yang dibawanya.

Sedangkan apabila orang-orang telah menjauh dari orang alim itu atau harga diri mereka telah jatuh di mata mereka maka ucapannya pun ikut gugur. Apabila dia menyampaikan kebenaran dan menunjukkan kepadanya maka akibat gunjingan orang ini terhadap orang alim itu akan menjadi penghalang orang-orang untuk bisa menerima ilmu syar'i yang disampaikannya, dan hal ini bahayanya sangat besar dan mengerikan. Saya katakan, hendaknya para pemuda memahami perselisihan-perselisihan yang ada di antara para ulama itu dengan anggapan mereka berniat baik dan disebabkan ijtihad mereka dan memberikan toleransi bagi mereka atas kekeliruan yang mereka lakukan, dan hal itu tidaklah menghalanginya untuk berdiskusi dengan mereka dalam masalah yang mereka yakini bahwa para ulama itu telah keliru, supaya mereka menjelaskan apakah kekeliruan itu bersumber dari mereka ataukah dari orang yang menganggap mereka salah ?! Karena terkadang tergambar dalam pikiran seseorang bahwa perkataan orang alim itu telah keliru, kemudian setelah diskusi ternyata tampak jelas baginya bahwa dia benar. Dan demikianlah sifat manusia, "Semua anak Adam pasti pernah salah dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang senantiasa bertaubat". Adapun merasa senang dengan ketergelinciran seorang ulama dan justru menyebar-nyebarkannya di tengah-tengah manusia sehingga menimbulkan perpecah belahan maka hal ini bukanlah termasuk jalan Salaf.

Adab Kesepuluh Berpegang teguh dengan Al Kitab dan As Sunnah

Wajib bagi penuntut ilmu untuk memiliki semangat penuh guna meraih ilmu dan mempelajarinya dari pokok-pokoknya, yaitu perkara-perkara yang tidak akan tercapai kebahagiaan kecuali dengannya, perkara-perkara itu adalah :

1. Al-Qur'an Al-Karim Oleh sebab itu wajib bagi penuntut ilmu untuk bersemangat dalam membacanya, menghafalkannya, memahaminya serta mengamalkannya karena al-Qur'an itulah tali Allah yang kuat, dan ia adalah landasan seluruh ilmu. Para salaf dahulu sangat bersemangat dalam mempelajarinya, dan diceritakan bahwasanya terjadi berbagai kejadian yang menakjubkan pada mereka yang menunjukkan begitu besar semangat mereka dalam menelaah al-Qur'an. Dan sebuah kenyataan yang patut disayangkan adalah adanya sebagian penuntut ilmu yang tidak mau menghafalkan al-Qur'an, bahkan sebagian di antara mereka tidak bisa membaca al-Qur'an dengan baik, ini merupakan kekeliruan yang besar dalam hal metode menuntut ilmu. Karena itulah saya senantiasa mengulang-ulangi bahwa seharusnya penuntut ilmu bersemangat dalam menghafalkan al-Qur'an, mengamalkannya serta mendakwahkannya, dan untuk bisa memahaminya dengan pemahaman yang selaras dengan pemahaman salafush shalih.

2. As Sunnah yang shahihah Ia merupakan sumber kedua dari sumber syariat Islam, dialah penjelas al-Qur'an al Karim, maka menjadi kewajiban penuntut ilmu untuk menggabungkan antara keduanya dan bersemangat dalam mendalami keduanya. Penuntut ilmu sudah semestinya menghafalkan as-Sunnah, baik dengan cara menghafal nash-nash hadits atau dengan mempelajari sanad-sanad dan matan-matannya, membedakan yang shahih dengan yang lemah, menjaga as-Sunnah juga dengan membelanya serta membantah syubhat-syubhat yang dilontarkan Ahlu bid'ah guna menentang as-Sunnah.

Adab Kesebelas Meneliti kebenaran berita yang tersebar dan bersikap sabar

Salah satu adab terpenting yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu adalah tatsabbut (meneliti kebenaran berita), dia harus meneliti kebenaran berita-berita yang disampaikan kepadanya serta mengecek efek hukum yang muncul karena berita tersebut. Di sana ada perbedaan antara tsabaat dan tatsabbut, keduanya adalah dua hal yang berlainan walaupun memiliki lafazh yang mirip tapi maknanya berbeda. Ats tsabaat artinya bersabar, tabah dan tidak merasa bosan dan putus asa. Sehingga tidak semestinya dia mengambil sebagian pembahasan dari sebuah kitab atau suatu bagian dari cabang ilmu lantas ditinggalkannya begitu saja. Sebab tindakan semacam ini akan membahayakan bagi penuntut ilmu serta membuang-buang waktunya tanpa faedah. Dan cara seperti ini tidak akan membuahkan ilmu. Seandainya dia mendapatkan ilmu, maka yang diperolehnya adalah kumpulan permasalahan saja dan bukan pokok dan landasan pemahaman. Contoh orang yang hanya sibuk mengumpulkan permasalahan itu seperti perilaku orang yang sibuk mencari berita dari berbagai surat kabar dari satu koran ke koran yang lain. Karena pada hakikatnya perkara terpenting yang harus dilakukan adalah ta'shil (pemantapan pondasi, ilmu ushul) dan pengokohannya serta kesabaran untuk mempelajarinya.

Dengan perantara nama-nama-Mu yang terindah dan sifat-sifat-Mu yang tertinggi ya Allah, ampunilah dosa-dosa hamba. Begitu banyak nikmat telah hamba sia-siakan. Umur, kesempatan, waktu luang, kesehatan dan keamanan. Semuanya telah Engkau curahkan, namun aku selalu lalai dan tidak pandai mensyukuri pemberian-Mu. Ya Allah bimbinglah hamba-Mu ini, untuk meraih kebahagiaan pada hari di mana tidak ada lagi hari sesudahnya, ketika kematian telah disembelih di antara surga dan neraka. Ketika para penduduk surga semakin bergembira dan para penghuni neraka bertambah sedih dan merana. Ya Allah, limpahkanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat, dan lindungilah kami dari ilmu yang tidak bermanfaat. Ya Allah, kami mohon kepada-Mu hidayah, ketakwaan, terjaganya kehormatan dan kecukupan. Wa shallallahu 'ala Nabiyyinaa Muhammad, walhamdulillaahi Rabbil 'alamiin.

Adab-adab ini disadur dari Thiibul Kalim al-Muntaqa Min Kitaab al-'Ilm Li Ibni Utsaimin karya Abu Juwairiyah, sumber e-kitab.

***

Penyusun: Abu Mushlih

Keutamaan Menuntut Ilmu

Allah Swt memberikan amanat kepada manusia menjadi khalifah. Mengelola semua yang tersedia di dunia sebagai modal dan penolong menuju hidup abadi di akherat. Sangat logis jika ada 'tugas' pasti ada 'petunjuk'. Maka manusia wajib untuk mempelajari pentunjuk dari Allah tersebut. Dengan kata lain, mengkaji Al Qur'an dan Assunnah merupakan kewajiban disamping mencermati ayat-ayat alam di sekitar kita.

Ilmu dunia atau ilmu syar'i (baca:agama)?

Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah). (HR. Ibnu Majah)

Seolah-olah memang ada dikotomi dalam ilmu. Tapi ingatlah bahwa sumber dari itu semua hanyalah Allah Swt. Berapa banyak orang yang sangat pandai dalam menguasai ilmu dunia kemudian menjadi 'goyah' keimanan-nya?Berapa banyak manusia yang asyik menggeluti bidang bisnis dan pekerjaan kemudian 'lupa' tugas utamanya kepada Allah Swt. Maka konsep 'keseimbangan' sangat perlu diperhatikan. Mempelajari ilmu agama dan mengamalkan secara terus menerus merupakan dasar pokok agar tidak goyah dalam kondisi apapun. Tidak peduli apakah kita berstatus ilmuwan atau orang bodoh (maaf,tidak pinter) atau orang yang kaya dan miskin atau orang yang sibuk dan tidak sibuk. Sehingga nantinya tetap bisa mencapai syurganya Allah Swt.

Sungguh sangat disayangkan jika ada seseorang memeluk Islam sebagai dien. Tetapi jauh dari ilmunya. Bagaimana seseorang bisa menjadi benar-benar mengerti kalo hanya mengandalkan ilmu seminggu sekali lewat khutbah shalat Jum'at? Atau mengandalkan pengajian-pengajian dadakan yang diadakan beberapa bulan sekali?. Atau ada yang mengatakan, saya sudah pandai saya cukup menkaji lewat membaca buku atau internet? Atau ada juga yang merasa 'saya sudah cukup ilmu' saya sudah di majlis ilmu bertahun-tahun sehingga memutuskan 'berhenti' tidak datang lagi.

Bahkan ada juga yang 'beranda-andai', nanti sajalah jika sudah tua/pensiun tidak ada tanggungan apa-apa nanti akan fokus ke belajar dan mengamalkan Islam. Dan juga jikalau-jikalau yang lain.

Kenapa sih harus mempelajari ilmu?

Dalam Al Qur'an disebutkan banyak sekali tentang pentingnya ilmu. Diantaranya adalah:

  1. Allah dan para malaikat serta orang-orang yang berilmu menyatakan (bersaksi) bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia (Allah)" (QS.03:18)
  2. Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (QS.39 : 09)
  3. Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat" (QS.58 : 11)
  4. Dan katakanlah : Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmuku" (QS.20 : 114)

Kedudukan Ilmu

1. Begitu pentingnya mengkaji ilmu dibuktikan ketika dalam kondisi perangpun harus ada sebagian yang tetap mempelajari ilmu.

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS.09:122)

2. Salah satu syarat diterimanya sebuah amal manusia adalam adanya ilmu.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS.17:36)

Kemudian disangatkan juga oleh Rasululloh SAW dalam hadistnya :

Dari Ibunda kaum mu'minin, Ummu Abdillah 'Aisyah rodhiyallohu 'anha, dia berkata: "Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak." (HR. Bukhori dan Muslim). Dan dalam riwayat Muslim: "Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak."

3. Perintah untuk ber-guru sangat dianjurkan walaupun harus sampai kenegeri Cina

"Uthlubul 'ilma walaw bishshiin", tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Hadits ini diri wayatkan dari jalan Abu 'Atikah Al Bashri, dari Anas bin Malik.

Apa yang harus kita lakukan sekarang ?

1. Cerdas dalam menggunakan waktu. Merasa menyesal dengan sangat ketika waktu berlalu tanpa mempelajari ilmu.

Apabila kamu melewati taman-taman surga, minumlah hingga puas. Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apa yang dimaksud taman-taman surga itu?" Nabi Saw menjawab, "Majelis-majelis taklim." (HR. Ath-Thabrani)

2. Mencintai kegiatan 'menuntut ilmu'. Itu akan membuat lebih mudah faham dan ringan. Menuntut ilmu sebagai 'beban' hanya akan membuat malas atau hare-hare (bs.sunda) dalam berangkat dan duduk di majlis. Mendengarkan setengah-setengah, melihat dengan kantuk, pikiran tidak fokus dan pengin cepat kelar dan pulang. Itulah ilustrasi kalo sedang malas. Walaupun itu masih sangat lebih baik daripada orang yang tidak mau berangkat ke majlis taklim.

Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah akan memberi kefahaman kepadanya dalam masalah agama" [HR. Bukhari no.71 dan Muslim no. 1037]

Yahya bin Abu Katsir Al-Yamani berkata, "Ilmu tidak akan didapatkan dengan bersantai-santai"

Apa yang didapat manusia dalam menuntut ilmu ?

Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memasukkan orang tersebut pada salah satu jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat mengatupkan sayapanya karena ridha kepada seluruh penuntut ilmu. Penghuni langit dan bumi, sampai ikan sekalipun yang ada di dalam air memohonkan ampun untuk seorang alim. Keutamaan seorang alim dibandingkan seorang ahli ibadah seperti keutamaan cahaya bulan purnama dibandingkan cahaya bintang-bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi, namun mereka tidak mewariskan dinar maupun dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu tersebut sungguh ia telah mendapatkan bagian yang banyak dari warisan tersebut" [HR. Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6412]

1. Tidak ada manusia yang bersih dari dosa. Dimohonkan Ampun atas dosa-dosa yang telah lalu. Wow..bonus yang menarik bukan? (lihat diatas)

2. Dimudahkan jalan ke syurga. Kenapa? karena jalan ke syurga ditakdirkan dengan banyak rintangan, duri dan godaan. Beda banget dengan neraka yanga hanya mengenal satu kata. Yakni 'bebas', kita bebas melakukan apa saja tidak peduli maksiyat atau haram.

Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (HR. Muslim)

4. Ditinggikan derajatnya. Seperti Bulan bukan seperti bintang

Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat" (QS.58 : 11)

Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang 'abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang. (HR. Abu Dawud )

5. Mendapatkan paket MLM Pahala. Dalam menuntut ilmu pasti terjadi nasehat-menasehati.

Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, maka ia akan mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. Barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan, maka ia akan menanggung dosa sebanyak dosa orang yang mengikutinya itu tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka" [Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim no. 2674]

7. Muncul rasa takut kepada Allah Swt. Salah satu bukti kefahaman terhadap ilmu yang telah diketahui adalah munculnya rasa takut. Takut bukan berarti menghindar tetapi takut untuk taat.

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama... (QS.35:28)

Kesimpulan :

Jangan pernah berhenti mempelajari ilmu. Jangan berputus asa. Jangan Tertipu (Ada dua kenikmatan yang banyak menipu manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang" )

Fase Taqlid

TAKLID, didefinisikan para ulama sebagai upaya “mengambil pendapat orang lain tanpa argumen (hujjah) yang menguatkannya”. Akar dari dari taklid adalah “mengagungkan dan mengkultuskan seseorang, oleh seorang muqallid yang mengikutinya.”. Kemudian dia merelakan dirinya menjadi seorang pengikut, padahal Allah telah menciptakannya sebagai pemimpin dan seorang yang merdeka.

Dalam kitab Talbis al-Iblis, oleh Imam Ibnu al-Jauzi telah berkata dengan ungkapan yang fasih dan perlu kita perhatikan. “Ketahuilah bahwa orang yang bertaklid (ikut-ikutan), sebenarnya tidak yakin kepada apa yang diikuti. Sesungguhnya, di dalam budaya taklid terkandung pembekuan fungsi akal karena sebenarnya akal diciptakan untuk bertadabbur dan berpikir. Alangkah buruknya sikap orang yang diberikan kepadanya lilin, lalu ia mematikan lilin itu dan berjalan di tengah kegelapan”.

Ketika manusia menunaikan kewajiban menuntut ilmu, ada satu fase “ Dimana seorang penuntut ilmu harus meningkat setapak dari taklid kepada orang lain ke ide pemikiran yang mandiri”. Ia harus mengoptimalkan otak, bukan dengan otak orang lain baik yang masih hidup atau mati. Ingat! Allah telah menganugerahkan akal untuk berpikir dan bertadabbur (menghayati), bukan untuk dibekukan dan dinonaktifkan.

Al Qur’an telah menyindir dengan keras. Yaitu kepada orang-orang yang telah menghina diri sendiri dan mencampakkan akal mereka dengan jalan mengikuti nenek moyang, bapak-bapak, para pemimpin dan pembesar-pembesar mereka, dalam memahami aqidah dan mempercayai dan meyakini. Taklid kepada nenek moyang akan terkena makna sebuah ayat 170-171 dalam surat Al Baqarah.

”Apabila dikatakan kepada mereka, ’ikutilah apa yang telah diturunkan Allah’, mereka menjawab, ’(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’. (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?Perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain dari panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.”

Mengapa kita harus meningkatkan diri dari fase taklid? Tertulis dalam Al Qur’an tentang salah satu karakteristik penghuni neraka dimana mereka saling bersumpah serapah, laknat melaknat antara pengikut dan yang diikuti. Allah berfirman : ”Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (kedalam neraka), dia mngutuk kawannya (yang menyesatkannya). Sehingga, apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian diantara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu, ’Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka.’Masing-masing mendapat (siksaan) yang berlipat ganda, tetapi kamu tidak mengetahui.” (QS. Al A’raaf :38).

Semoga bermanfaat.

Pentingnya Jama'ah

Rasulullah bersabda:" يَدُ اللهِ مَعَ اْلجَمَاعَةِ " (Tangan Allah beserta jama'ah.) Ketika umat Islam bersatu dalam satu jam'ah Islam yang dipimpin oleh seoraang Imam yang dirahmati Allah, maka mereka berhak untuk mendapatkan uluran tangan Allah. Kasih sayang dan pertolongan Allah akan bersama mereka. Kekuatan, kemuliaan, dan kewibawaan yang selama ini dicita-citakan akan bersama mereka pula. Keadaan tentu akan berbeda dibanding dengan sekarang yang penuh dengan kehinaan, tanpa kewibawaan, dan menjadi obyek kezaliman oleh bangsa-bangsa lain.
Pada saat umat kembali kepada Qur'andan Sunnah serta hidup secara berjama'ah, maka tidak ada lagi yang mereka takuti kecuali murka Allah. Seluruh amal mereka akan terfokus padaaaa satu arah, yakni untuk mencari ridlo Allah swt. Mereka hidup untuk mendapatkan ridla Allah dan mereka mati untuk mencari ridlo Allah juga. Ancaman tidak diberi hutang tidak menjadikan hati mereka ciut, Allah Sang pemberi rejeki bersama mereka. Ancaman diboikot perdagangan mereka, tidak membuat mereka kecut, Allah tidak akan membiarkan umat yang dicintaiNya mati kelaparan. Tuduhan bersekongkol dengan teroris tidak akan mereka gubris, bahkan mungkin mereka sendiri yang menuduh itu yang benar-benar teroris. Tuduhan menjadikan negaranya sebagai sarang teroris, tidak akan mengubah pendirian mereka dalam menghambakan diri kepada Allah. Pada saat itu umat Islam akan berani berteriak kepada rezim Dajjal:"Enough, is enough. We are not with you on global terrorism issue." Kenyataan menunjukkan isue terorisme dimanfaatan rezim Dajjal untuk memperluas dan memperdalam cengkeramannya atas dunia, terutama dunia Islam. Tuduhan Usama bin Laden mendalangi penghancuran World Trade Center di new York tidak terbukti, tuduhan senjata pemusnah massal atas Saddam Hussein terrnyata juga bohong. Kebohongan mereka telah mengakibatkan ratusan ribu warga Afganistan dan Irak yang mayoritas muslim terbunuh. Belum lagi jutaan lain yang terluka, kehilangan keluarga, tempat tinggal, harta benda dan pekerjaan. Siapa yang harus bertanggung jawab atas ketidak adilan ini?
Tentu umat Islam tidak rela diperlakukan demikian. Untuk itu demi mencegah kehinaan yang berkepanjangan dan untuk mengembalikan kewibawaan Islam dan umat Islam kita perlu kembali kepada resep yang telah diterapkan untuk umat yang pertama, yakni Qur'an dan Sunnah. Kenyataan menunjukkan banyak umat Islam yaaang belum faham akan ajaran Islam, belum mengerti akan nilai-nilai luhur yang diajarkan Allah dan Rassul-Nya. Maka tidak ada jalan lain yang harus kita tempuh selain yang pertama Qur'an dan Sunnah. Buka majlis-majlis taklim dimana-mana, dukung dan kembangkan majlis-majlis sejenis. Yang ke dua mengajak umat untuk beramal sessuai dengaan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. jadikan amalan shaleh ini sebagai upaya untuk melakukan internalisasi nilai-nilai Islam ke dalam setiap diri pribadi muslim. Yang ke tiga mereka yang telah faham untuk menyatu dalam satu jama'ah yang diridlai Allah. Mudah-mudahan dengan cara begini kita Allah akan berkenan untuk memberikan kembali kekuatan, kemuliaan, dan kewibawaan kepada umat Islam agar mereka mampu menegakkan keadilan di dunia dengan seadil-adilnya.