Thursday, October 04, 2007

Untuk Temanku ..........

Sobat..., pernahkah dirimu merasakan apa yang sedang kurasakan saat ini?

Rasa bersalah yang teramat sangat.

Jauh dari orang tua yang sekarang hanya tinggal berdua.

Tak ada lagi putera-puteri yang tersisa.

Semuanya berada dalam radius yang sangat jauh, menempuh episode kehidupan

masing-masing. Betapa sepinya mereka.

Sewaktu bayi, entah berapa kali kita mengganggu tidur nyenyak ayah yang

mungkin sangat kelelahan setelah seharian bekerja untuk memenuhi

kebutuhan kita. Mungkin juga kotoran kita ikut tertelan Ibu ketika kita

buang "pup" di saat ibu sedang makan. Ibu juga tidak peduli ketika

teman-temannya marah karena membatalkan acara yang sangat penting karena

tiba-tiba anaknya sakit. Kekhawatiran demi kekhawatiran tiada pernah henti

mengunjungi mereka setiap kali kita melangkah.

Beranjak dewasa, betapa tabahnya ayah dan Ibu menerima pembangkangan

demi pembangkangan yang kita lakukan. Mereka hanya bisa mengelus dada karena

teman-teman di luar sana lebih berarti daripada mereka. Jarang sekali

sekali kita mau menyisakan waktu untuk menyelami mimik wajah mereka yang

penuh kecemasan ketika kita pulang telat karena ayah dan ibu selalu

menyambut kita dengan senyum.

Sobat, pernahkah dirimu bangun tengah malam dan mendengar tangisan Ibu

dalam doanya seperti yang pernah aku dengar? Tangisan dan doa itulah

yang mengantar kesuksesan kita. Pernahkah kita tahu Ayah dan ibu terluka dan

mengiba kepada Allah agar kita jangan dilaknat, agar Allah mau mengampuni

kita dan memberikan kehidupan terbaik untuk kita?

Pernahkah kita berterimakasih ketika kita dapati ayah dan ibu berbicara

berbisik-bisik karena takut membangunkan kita yang tertidur kelelahan?

Pernahkah kita menghargai patah demi patah kata yang mereka susun sebaik

mungkin untuk meminta maaf karena mereka tidak sengaja memecahkan kristal

kecil hadiah ulang tahun dari teman kita?

Pernahkah kita menyesal karena lupa menyertakan mereka di dalam doa?

Ah, Sobat, betapa tak sebanding cinta dan pengorbanan mereka dengan

balasan kasih sayang yang kita berikan. Setelah dewasa dan bisa

"menghidupi" diri sendiri, kita masih bisa melenggang ringan meninggalkan

mereka (mereka ikhlas asal kita bahagia). Lalu?

Mungkinkah kita bisa seperti Ismail yang merelakan dirinya disembelih ayah

kandung demi menuruti perintah Allah? Atau seperti Musa yang dihanyutkan

ketika bayi?

Ternyata kita masih sangat jauh...

Lalu bakti seperti apakah yang bisa kita persembahkan?

Sobat, bantu aku agar optimis!

Ya, masih banyak waktu untuk mbahagiakan mereka.

Hal yang terkecil yang bisa kita lakukan adalah: tak mengatakan "tidak"

ketika mereka menyuruh atau menginginkan sesuatu (tentu saja bukan yang

bertentangan dengan agama) dan segera ambil alat komunikasi, hubungi mereka

saat ini juga, sapa mereka dengan hangat, pastikan nada suara kita bahagia!

Bahagiakan ayah, bahagiakan Ibu!

Mulai dari sekarang, selagi Allah masih memberi kesempatan.

Walau takkan pernah sebanding, doa-doa kitalah yang mereka harapkan menemani

di peristirahatan terakhir nanti.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa kedua orang tua kami,

kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihi kami sedari kecil.

Jadikan kami termasuk anak-anak yang saleh ya Allah hingga doa-doa kami

termasuk doa-doa yang berkenan bagi Engkau. Amin.

No comments: